Ada sebuah cerita, pada suatu hari datanglah seorang pengemis yang
sudah tua rentah ke rumah seorang kaya raya. Ketika sampai di depan
pintu rumah, pengemis lalu mengetuk pintu dan memberi salam, ”Assalamu
Alaikum’, kata pengemis. Dari dalam rumah, orang kaya lalu
memerintahkan pembantunya untuk melihat siapa tamu yang datang. Ketika
melihat orang yang di depan pintu, sang pembantu kembali masuk dan
menemui majikannya. “Tuan, ada pengemis di depan yang ingin bertemu
tuan”. Sang majikan pun keluar, “Siapa kamu? tanya orang kaya kepada
pengemis ini. “Berilah saya sepiring nasi tuan, dari kemarin saya belum
pernah makan”, kata pengemis. “Saya tidak punya sepiring nasi”, jawab
orang kaya. “Kalau begitu, cukup segelas air putih tuan, saya sangat
haus”, “Saya juga tidak punya segelas air putih”, jawab kembali orang
kaya.
Dalam hati si pengemis berkata, ‘Kalau dalam rumah sebesar dan semewah
ini tidak ada sepiring nasi dan segelas air putih, lalu kenapa tuan
tidak ikut saja mengemis seperti saya?, tuan adalah orang miskin sama
seperti saya”, kata pengemis.
Dalam cerita ini, kita dapat mengambil suatu hikmah bahwasannya
kekayaan yang sebenarnya adalah ”kekayaan Hati” atau kaya hati. Begitu
banyak orang yang berkelimpahan secara harta dan materi namun selalu
merasa kurang dan tidak cukup. Akibatnya, hidupnya tidak tenang, tidak
tenteram karena dalam hidupnya ia terjebak dalam satu lingkaran yaitu
menghalalkan segala macam cara demi mengumpulkan harta dan materi
sebanyak - banyaknya. Adalah benar bahwa tanpa harta, orang mungkin
sulit untuk bahagia, tetapi harta semata bukan jaminan bahwa orang akan
mendapatkan kebahagian. Adalah fakta bahwa, begitu banyak orang yang
hidupnya kekurangan harta namun hidupnya merasa bahagia, tenang dan
tenteram.
Allah SWT menempatkan kebahagian dihati setiap hambanya. Bahagia dapat
hadir di hati orang kaya, pun bahagia juga dapat bertahta di hati orang
miskin (miskin harta). Kebahagian lahir dari sikap bagaimana kita
memperlakukan pemberian Allah SWT tersebut. Harta dan materi memberikan
kebahagian bila jatuh di hati orang - orang yang bersyukur. Sebaliknya,
harta dan materi akan mendatangkan sengsara dan malapetaka bila jatuh
di tangan orang - orang yang berhati Kufur kepada nikmat Allah SWT.
Maha adil dan bijaksananya Allah SWT, yang menempatkan kebahagian itu
pada hati hamba - hambanya yang senantiasa bersyukur kepadanya, bukan
meletakkannya pada harta benda semata. Yang ideal tentunya adalah
memiliki harta benda yang cukup dan mempunyai hati yang pandai bersyukur
atas nikmat dan anugerah Allah SWT. Sehingga harta itu pun akan
semakin memberikan mamfaat bagi diri dan sesama.
0 Response to "Si Syukur dan Si Kufur"
Post a Comment