Mudah-mudahan bisa menambah inspirasi dan muhasabah kita semua di hari yang mulia ini, dan merupakan true story dari program RCTI:
Saya menemui Ibu Ela di rumahnya, depan mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng, Bogor. Menemuinya tidak butuh waktu lama, karena hampir semua orang di dekat mesjid itu kenal Ibu Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”
“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya...
“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi
“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.
“Memang
kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastik dari
botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab itu
tadi panjang lebar.
Informasi yang saya terima ternyata benar
adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang mengumpullkan
sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang, bahwa untuk
memperolehnya, dia harus memungut di sungai.
Tak beberapa lama,
datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang, banyak
warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon
presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu.Saya
langsung menyapa.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam.. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..
“Saya
dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk menemui Ibu.
Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan, dan
mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.
“Oh.. boleh, silahkan masuk.
”Ibu
Ela, masuk lewat pintu belakang.. Saya menunggu di depan. Tak beberapa
lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun
dibuka.
“Silahkan masuk…
”Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’
yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa
yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan
lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik
biasa dimatikan. Berhemat katanya.
“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.
Yang
dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku dengan
kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panci yang diisi air. Ibu Ela harus
memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.
“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.
Ibu
Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan
menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya tanya aktivitasnya
selain mencari plastik,
“Mengaji…” katanya“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya
“Hari
senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan Minggu
adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.
Oh..
jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam
pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman
kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan
air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.
Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.
Saya tanya lagi,“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”
“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.
“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.
“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela
“Kok
jalan kaki…?” tanya saya penasaran..Penghasil an Ibu Ela sekitar Rp
7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan
sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000
sehari.
“Iya.. mas, saya jalan kaki dari dini.. Ada jalan pintas,
walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau saya jalan kaki, khan
saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos, nah itu saya
sisihkan untuk sedekah ke ustadz…”
Ibu Ela menjelaskan.
“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?”
Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.
“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.
“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.
“Soalnya,
kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik saya di
akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki bisa aja
rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang
minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar
pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.
Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!
Ibu
Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana
ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan
keuangan seperti itu.Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp
7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis karena berpikiran
bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat kelak?‘Wawancara’ yang
sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir. Saya pamit dan
menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela
kembali, mungkin minggu depan.
Saya sebenarnya on mission,
mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya bisa membuat
‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan.
Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk
mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.
Minggu
depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru
televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi
tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan
selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)Kru yang bersama saya
adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela
sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah satu
yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya, Mr.
EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya
berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya. Ibu
Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10 juta
dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.
Ibu
Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya.
Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...
0 Response to " Sedekah Orang Miskin"
Post a Comment