Sudah menjadi kecenderungannya, manusia amat mencintai materi atau
harta yang menjadi miliknya. Di saat lapang saja ia demikian, terlebih
lagi di saat sempit. Padahal Islam senantiasa menganjurkan umatnya untuk
bersedekah di saat sulit sekalipun.
Allah SWT berfirman:
“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari
secara sembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapatkan pahala di
sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 274)
Keutamaan bersedekah sudah kita maklumi. Karena keutamaannya yang
besar, syariat yang mulia ini banyak mendorong kita untuk mengeluarkan
sedekah. Dorongan tersebut tidak hanya ditujukan kepada lelaki namun
juga kepada kaum perempuan. Allah k berfirman dalam kitab-Nya yang
agung:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang jujur, laki-laki dan perempuan
yang sabar,
laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut nama Allah (berdzikir), Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Dalam surah lain, Allah l berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun
perempuan serta meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya
akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka dan mereka akan
beroleh pahala yang banyak.” (Al-Hadid: 18)
Rasul yang mulia pun turut memberi dorongan kepada para wanita
untuk bersedekah, sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas c. Ia bertutur:
أَنَّ النَّبِيَّ n صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ
يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا، ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ
بِلاَلٌ، فَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلْنَ يُلْقِيْنَ، تُلْقِي
الْمَرْأَةُ
خُرْصَهَا وَسِخَابَهَا
“Nabi n shalat pada hari Idul Fithri dua rakaat dan tidak shalat
sebelum maupun sesudahnya. Kemudian (setelah menyampaikan khutbah kepada
hadirin) beliau mendatangi tempat para wanita sementara Bilal menyertai
beliau. Beliau memerintahkan mereka untuk bersedekah. Maka mulailah
mereka melemparkan perhiasan mereka (ke kain yang dibentangkan Bilal
untuk menampung sedekah), ada wanita yang melemparkan anting-anting dan
kalungnya.” (HR. Al-Bukhari no. 964 dan Muslim no. 2054)
Asma` bintu Abi Bakr x berkata:
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَالِي مَالٌ إِلاَّ مَا أَدْخَلَ
عَلَيَّ الزُّبَيْرُ، فَأَتَصَدَّقُ؟ قَالَ: تَصَدَّقِي وَلاَ تُوْعِي
فَيُوْعَى عَلَيْكِ
“Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki harta kecuali
apa yang dimasukkan Az-Zubair kepadaku. Apakah boleh aku
menyedekahkannya?’ Beliau bersabda: ‘Bersedekahlah. Jangan engkau
kumpul-kumpulkan hartamu dalam wadah dan enggan memberikan infak,
niscaya Allah akan menyempitkan rizkimu’.” (HR. Al-Bukhari no. 2590 dan
Muslim no. 2375)
Sampaipun seorang wanita tidak memiliki kelebihan harta ataupun
makanan, kecuali sedikit, Rasulullah n tetap memberikan dorongan baginya
untuk bersedekah dan tidak menahannya, terutama kepada tetangganya. Abu
Hurairah z menyampaikan bahwa Rasulullah n bersabda:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ، لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai wanita-wanita muslimah! Janganlah seorang tetangga
meremehkan untuk memberikan sedekah kepada tetangganya, walaupun hanya
sepotong kaki kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 6017 dan Muslim no. 2376)
Al-Imam An-Nawawi t menerangkan, “Janganlah seorang wanita menahan
untuk memberi sedekah dan hadiah kepada tetangganya, karena
kekurangannya yang ada pada dirinya dan ia meremehkan apa yang hendak
diberikannya. Namun hendaknya ia bersifat dermawan, memberi apa yang
mudah baginya untuk diberikan walaupun hanya sedikit, seperti sepotong
kaki kambing. Itu lebih baik daripada tidak memberi sama sekali. Allah k
telah berfirman:
“Siapa yang beramal kebaikan walaupun hanya seberat semut yang
sangat kecil niscaya ia akan melihat balasannya.” (Az-Zalzalah: 7)
Nabi SAW bersabda:
اتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Takutlah kalian kepada api neraka walaupun (untuk menjaga diri
dari neraka tersebut) kalian hanya dapat bersedekah dengan sepotong
belahan kurma1.” (Al-Minhaj, 7/121)
Ketika Rasulullah SAW menyebutkan bahwa kaum wanita paling banyak
menjadi penghuni neraka, beliau n memerintahkan mereka untuk
banyak-banyak bersedekah. Sebagaimana pengabaran Abu Sa’id Al-Khudri z
berikut ini, “Dalam satu hari raya, Idul Adha atau Idul Fithri,
Rasulullah SAW keluar menuju mushalla (tanah lapang). Beliau melewati para
wanita, maka beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ، فَإِنِّي أُرِيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah. Karena diperlihatkan
kepadaku mayoritas penduduk neraka adalah kalian.” (HR. Al-Bukhari no.
304)
Kaum wanita diperintah bersedekah karena mayoritas mereka penghuni
neraka. Dengan demikian, sedekah yang mereka keluarkan dapat menolak
adzab api neraka dari mereka dengan izin Allah k, selain juga dengan
banyak beristighfar, sebagaimana tambahan dalam riwayat Muslim dari
hadits Ibnu ‘Umar c:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَرَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah
istighfar (meminta ampun). karena aku melihat mayoritas penduduk neraka
adalah kalian.” (HR. Muslim no. 238)
Boleh Bersedekah kepada Suami dan Anak
Sedekah yang utama adalah yang diberikan kepada kerabat terdekat.
Karenanya, seorang wanita boleh memberikan sedekah kepada suaminya,
bahkan mengeluarkan zakatnya untuk suaminya, bila memang suami termasuk
orang yang berhak memperolehnya, dari kalangan orang-orang yang tersebut
dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang terlilit hutang,
untuk fi sabilillah, dan ibnu sabil (musafir)….” (At-Taubah: 60)
Ini merupakan pendapat jumhur ulama, sebagaimana dinukilkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani t dalam Subulus Salam (4/67).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata, “Ulama berdalil dengan
hadits ini (hadits Zainab Ats-Tsaqafiyyah x yang akan disebutkan
setelah ini, pent.) untuk membolehkan seorang wanita memberikan zakatnya
kepada suaminya. Ini merupakan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i,
Ats-Tsauri, dua murid Abu Hanifah, dan salah satu dari dua riwayat
Al-Imam Malik dan Al-Imam Ahmad.” (Fathul Bari, 3/415)
Al-Imam Asy-Syaukani t menyatakan, “Secara zahir, boleh bagi istri
menyerahkan zakatnya kepada suaminya. Pertama, karena tidak ada larangan
dalam hal ini. Dan siapa yang mengatakan tidak boleh, hendaklah ia
mendatangkan dalil. Kedua (dalam hadits Zainab Ats-Tsaqafiyyah x, pent.)
Nabi n tidak minta perincian2. Berarti, sedekah di sini keberadaannya
umum (mencakup yang sunnah dan yang wajib). Tatkala beliau tidak meminta
perincian tentang sedekah tersebut apakah sifatnya sunnah ataukah
wajib, seakan-akan beliau menyatakan (kepada Zainab), ‘Boleh bagimu
memberikan sedekah kepada suamimu, sama saja baik sedekah yang fardhu
(yaitu zakat, pent.) atau yang sunnah’.” (Nailul Authar, 4/224)
Zainab Ats-Tsaqafiyyah, istri Abdullah bin Mas’ud z, pernah minta
izin menemui Rasulullah n. Ketika disebutkan nama Zainab di hadapan
Rasulullah n, beliau bertanya:
أَيُّ الزَّياَنِبِ؟ فَقِيْلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُوْدٍ. قَالَ:
نَعَمْ، ائْذنُوا لَهَا. فَأُذِنَ لَهَا، قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللهِ،
إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي حُلِّيٌ لِي،
فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ أَنَّهُ
وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ. فَقَالَ النَّبِيُّ
n: صَدَقَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ
بِهِ عَلَيهِمْ
“Zainab yang mana?” Dijawab, “Istri Ibnu Mas’ud.” Beliau berkata,
“Iya, izinkan dia masuk.” Maka diizinkanlah Zainab, ia bertanya, “Wahai
Nabiyullah! Engkau hari ini memerintahkan kami bersedekah. Aku memiliki
perhiasan, aku ingin menyedekahkannya. Namun Ibnu Mas’ud menganggap
bahwa dirinya dan anaknya adalah orang yang paling pantas memperoleh
sedekahku itu.” Nabi n bersabda, “Benar kata Ibnu Mas’ud, suami dan
anakmu adalah orang yang paling pantas mendapatkan sedekahmu tersebut.”
(HR. Al-Bukhari no. 1462)
Dalam riwayat lain disebutkan, Zainab Ats-Tsaqafiyyah x berkata:
كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ n، فَقَالَ:
تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ. وَكَانتْ زَيْنَبُ تُنْفِقُ عَلَى
عَبْدِ اللهِ وَأَيْتَامٍ فِي حِجْرِهَا. فَقَالَتْ لِعَبْدِ اللهِ: سَلْ
رَسُوْلَ اللهِ n، أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَيْكَ وَعَلَى
أَيْتَامِي فِي حِجْرِيْ مِنَ الصَّدَقَةِ؟ فَقَالَ: سَلِي أَنْتِ رَسُوْلَ
اللهِ n. فَانْطَلَقْتُ إِلَى النَّبِيِّ n فَوَجَدْتُ امْرَأَةً مِنَ
الْأَنْصَارِ عَلَى الْبَابِ، حَاجَتُهَا مِثْلُ حَاجَتِيْ. فَمَرَّ
عَلَيْنَا بِلاَلٌ، فَقُلْنَا: سَلِ النَّبِيَّ n أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ
أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي وَأَيْتاَمٍ لِي فِي حِجْرِي. وَقُلْنَا: لاَ
تُخْبِرْ بِنَا. فَدَخَلَ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: مَنْ هُمَا؟ قَالَ:
زَيْنَبُ. قَالَ: أَيُّ الزَّياَنِبِ؟ قَالَ: امْرَأَةُ عَبْدِ اللهِ.
قَالَ: نَعَمْ، وَلَهَا أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Aku pernah berada dalam masjid, ketika itu aku melihat Nabi n
bersabda, ‘Bersedekahlah kalian (para wanita) walaupun dengan perhiasan
kalian.’ Sementara Zainab biasa memberikan infak kepada Abdullah dan
anak-anak yatim yang berada dalam pengasuhannya. Zainab berkata kepada
Abdullah, ‘Tanyakan kepada Rasulullah SAW, apakah boleh bagiku memberikan
infak kepadamu dan kepada anak-anak yatim yang dalam asuhanku?’ Abdullah
berkata, ‘Kamu saja yang bertanya kepada Rasulullah.’ Aku pun pergi ke
tempat Nabi SAW. Di depan pintu aku menjumpai seorang wanita dari kalangan
Anshar, keperluannya (permasalahannya) sama dengan keperluanku. Ketika
itu Bilal melewati kami, maka kami pun memanggilnya dan meminta
kepadanya, ‘Tanyakan kepada Nabi SAW, apakah boleh bagiku memberikan infak
kepada suamiku dan kepada anak-anak yatimku yang dalam asuhanku?’ Kami
juga berpesan, ‘Jangan engkau beritahu kepada Nabi siapa kami berdua.’
Bilal pun masuk ke tempat Nabi dan bertanya kepada beliau. Setelahnya
Rasulullah n bertanya, ‘Siapa dua wanita yang bertanya itu?’ Bilal
menjawab, ‘Zainab.’ ‘Zainab yang mana?’ tanya Rasulullah SAW. Bilal
menjawab, ‘Istri Abdullah.’ ‘Iya, boleh dan ia akan mendapatkan pahala
karena menyambung hubungan kekerabatan dan pahala sedekah’.” (HR.
Al-Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 2315)
0 Response to "Bersedekahlah"
Post a Comment