BERPISAH DENGAN RAMADHAN

Disebutkan dalam shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraiarah t, bahwa Rasulullah r bersabda:

(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )) ولأحمد: (( وَمَا تَأَخَّرَ ))

“Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Dan dalam musnad Imam Ahmad juga sanad hasan disebutkan: “dan dosanya yang kemudian.”

(( مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )) وزاد السائي: (( غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ))

“Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” An-Nasa’i menambahkan: “diampuni dosanya, baik yang telah lalu mapun yang datang belakangan.”

Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah r bersabda:

(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَعَرَفَ حُدُوْدَهُ وَتَحَفَّظَ مِمَّا يَنْبَغِيْ لَهُ أَنْ يَتَحَفَّظَ مِنْهُ كُفِّرَ مَا قَبْلَهُ ))

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu.” Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat muslim, bahwasanya Nabi r bersabda:

(( الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ وَرَمَضَانَ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ ))

“Shalat lima waktu, Juma’at sampai dengan Jum’at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.”

Hadits ini memiliki dua konotasi:

Pertama :Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.

Kedua :Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya).

Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni, puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.

Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.

Dalam firman-Nya, Allah Ta’ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkan ke tempat yang mulia (surga).” (An-Nisa’: 31).

Barangsiapa yang melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam melaksanakannya, maka neraka Wail pantas untuknya. Jika neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, apatah lagi dengan mengurangi takaran agama.

Ketahuilah bahwa para salafus shalih bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).

Mereka itu lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 27).

Oleh karena itu mereka berdoa (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdoa lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.

Banyak sekali sebab-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan. Oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi r bersabda:

“Jibril mendatangiku seraya berkata: “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati maka ia masuk neraka, serta dijauhkan Allah dari rahmat-Nya.” Jibril berkata lagi: “Ucapkan amin”, maka kuucapkan, Amiin.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).

Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur’an, banyak berzikir dan berdoa serta mohon ampun dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tidak sesuatupun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82).

Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatkannya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shaleh yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati.

Allah Ta’ala berifirman:

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99).

Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mu’min selain kematian.

Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala ni’mat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam harinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam melaksanakan puasa tersebut, ampunan-Nya atas segala dosa dan pembebasan dari api neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka utnuk memperbanyak dzikir. Takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalau bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah: 185).

Wahai para pendosa demikian pula halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yang dibebaskan dari neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah kepada Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang melainkan ia yang membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).

Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa

0 Response to "BERPISAH DENGAN RAMADHAN"

Post a Comment