بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم
Dimanakan kalian wahai saudariku dari para wanita yang memiliki suri
tauladan yang baik dan yang memberikan saham dengan perannya dalam
menolong dan membela agama ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA.
Seorang wanita muslimah dalam islam tidak kurang akan keteguhan mereka dalam agamanya daripada lelaki, dan tidak kurang pula pengorbanan dan kesungguhan yang dicurahkan di jalan ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA, mereka telah memberikan contoh yang sangat indah dalam kedudukan ini.
Inilah penghulu para wanita dunia, dan istri penghulu manusia diawal maupun diakhirnya, Khadijah binti Khuwailid R.A yang selalu berdiri di samping nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau menyampaikan dakwah Rabb nya, membantu serta menolongnya dalam setiap waktu tertimpa ujian, dialah yang menyabarkannya dan memegang tangannya ketika beliau dalam keadaan dirinya ketakutan, lalu dia berkata: “Tidak! Saya beritahukan demi ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA, ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA tidak akan menghinakan engkau selamanya, sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturrahim, berkata jujur, menanggung beban orang lain, menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu dan membantu mengembalikan hak orang lain”.
Bukan itu saja, dia mengetahui sikap yang akan terjadi dari kaumnya terhadap rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bahwa mereka akan memeranginya serta mengusirkan. Dia juga tahu keteguhan dan kekuatan Quraisy namun demikian dia memutuskan untuk tetap berdiri di hadapan badai yang kencang ini, dan menyambut di jalan Allah untuk menanggung penderitaan dan kesulitan, hingga Allah meneguhkan tersebarnya dakwah dan tegaknya daulah islam.
Dia dan orang-orang semisalnya adalah contoh yang harus diikuti dan ikon yang harus diambil suri taudalan, dan penderitaan di jalan Allah yang menimpa mereka sangat berpengaruh sekali dalam jiwa mereka, dan menjadi suri tauladan yang paling agung bagi setiap ukhti muslimah mujahidah, agar kita dapat menyambung ikatan antara kondisi kita hari ini dengan kondisi para pendahulu kita yang agung.
Dan terakhir bagi setiap muslimah hendaklah mereka bangkit untuk membela agamanya dengan segala kesungguhan dan usaha yang mereka mampu, hingga walau hanya dengan kalimat yang mampu meneguhkan para mujahidin di jalan ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA dan mendoakan mereka dari kejauhan agar mendapat kemenangan dan keteguhan agar dia mendapat pahala dan keutamaan yang besar. Umayyah binti Qais al-Ghiffariah, Sang Perawat di Medan Jihad
Sebuah kalung dihadiahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atas keberanian Umayyah binti Qais al-Ghiffariah turun ke medan Perang Khaibar. Meski seorang perempuan, keberanian Umayyah untuk membela agama Allah sungguh luar biasa. Ia membela agama Allah sesuai dengan kemampuannya.
Wanita pemberani itu turun ke medan perang untuk membantu dan merawat para sahabat yang terluka. Kalung yang disematkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di leher Umayyah, merupakan tanda kekaguman atas pengorbanan dan keberanian sang perawat mujahidah.
Umayyah berasal dari suku Ghiffar, keturunan Abu Dzar al-Ghiffari. Pada saat masih belia, cahaya iman yang ditebarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyinari harinya. Ia pun rela menempuh perjalanan jauh demi bertemu tokoh idola sepanjang zaman, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Umayyah menghadap Rasulullah dan berjanji untuk membantu perjuangan dakwah Islamiyah.
Pada tahun ke-7 Hijriah atau 629 M, pasukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertempur melawan orang-orang Yahudi yang tinggal di Oasis Khaibar, sejauh 150 kilometer dari Madinah atau Timur laut Semenanjung Arab. Dengan demikian, pertempuran itu dikenal sebagai Perang Khaibar. Perang itu terjadi tak lama setelah Perjanjian Hudaibiyah.
Mendengar pasukan Muslimin akan berangkat ke medan perang, Umayyah bersama beberapa wanita dari Bani Ghiffar lalu menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. "Wahai Rasulullah, kami ingin keluar bersamamu (ke Khaibar), kami ingin mengobati mereka yang luka dan menolong kaum Muslimin semampu kami," ujar Umayyah seperti dituturkan Ibnu Hisyam dalam "Para Syuhada Wanita Khaibar dan Kisah Wanita dari Suku Ghiffar."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab, "Berangkatlah atas berkah Allah azza wajalla."
Saat itu, usia Umayyah masih belia. "Berangkatlah kami bersama beliau. Saat itu saya masih seorang gadis kecil," ungkap Umayyah. Di perjalanan, Rasulullah membonceng Umayyah di atas kudanya. Umayyah pun mengisahkan pengalaman yang tak pernah terlupakan saat bersama Rasulullah berjihad ke medan perang.
"Demi Allah, pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam turun pada suatu pagi dari kendaraannya dan menambatkan kudanya, tiba-tiba menetes darah dariku di atas pelana kudanya. Itulah haid pertama saya di atas kuda beliau. Saya benar-benar malu saat itu," papar Umayyah berkisah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat apa yang dialami Umayyah dan berkata, "Jangan jangan kamu sedang haid?" Umayyah pun segera menjawab, "Benar, ya, Rasulullah." Lalu, Rasul pun meminta Umayyah membersihkan diri dengan air bercampur garam. Sejak peristiwa itu, Umayyah selalu membersihkan haidnya dengan air yang dibubuhi garam. Bahkan, di hari wafatnya, Umayyah berwasiat untuk dimandikan dengan air yang bergaram.
Pada Peperangan Khaibar itu, kaum Muslimin meraih kemenangan. Pasukan Muslimin di bawah komando Ali bin Abi Thalib berhasil meruntuhkan pintu Benteng Na'im--jantung terakhir perlawanan musuh. Benteng Na'im jatuh ke tangan pasukan Islam. Setelah itu, benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya dikuasai melalui pertarungan yang sengit. Orang-orang Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi', yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.
Dari Peperangan Khaibar itu, kaum Muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak. Seusai pertempuran, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan penghargaan kepada Umayyah berupa sebuah kalung. Hadiah yang diberikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu begitu bermakna bagi Umayyah. Ia pun tak pernah melepaskan kalung itu dari lehernya sampai jasadnya dikubur di liang lahat, sesuai wasiatnya.
Umayyah begitu bangga mendapat penghargaan kalung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kelak, kalung tersebut akan menjadi saksi atas jasa dan perjuangannya. Pada hari Kebangkitan nanti, tutur Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya berjudul Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, akan dibangkitkan sesuai kondisinya saat meninggal.
"Dari kisah ini, hendaknya para Muslimah meneladani jiwa kepahlawanan Umayyah yang mengikhlaskan dirinya untuk terjun ke medan laga demi mengobati luka dan menolong kaum Muslimin sekuat tenaga," ungkap Ibrahim Salim.
Kisah ini juga mengungkapkan kepada kita sikap seorang pemimpin Islam yang menghargai jasa para pejuang.
Ya Allah,
Moga setiap langkahku keranaMU,
moga setiap niatku hanya untukMU,
moga diri ini dikurniakan ketabahan,
setabah Saidatina Khadijah,
dikurniakan kecerdikan,
secerdik Saidatina Aisyah,
dikurniakan kelembutan,
selembut Fatimah,
dan dikurniakan ketegasan,
setegas Sumayyah...
moga pengakhiranNya SyurgaMu yang indah,
disertai dengan MARDHOTILLAH... Aamiin.
Wallahu a’lam bishawab.
Seorang wanita muslimah dalam islam tidak kurang akan keteguhan mereka dalam agamanya daripada lelaki, dan tidak kurang pula pengorbanan dan kesungguhan yang dicurahkan di jalan ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA, mereka telah memberikan contoh yang sangat indah dalam kedudukan ini.
Inilah penghulu para wanita dunia, dan istri penghulu manusia diawal maupun diakhirnya, Khadijah binti Khuwailid R.A yang selalu berdiri di samping nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau menyampaikan dakwah Rabb nya, membantu serta menolongnya dalam setiap waktu tertimpa ujian, dialah yang menyabarkannya dan memegang tangannya ketika beliau dalam keadaan dirinya ketakutan, lalu dia berkata: “Tidak! Saya beritahukan demi ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA, ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA tidak akan menghinakan engkau selamanya, sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturrahim, berkata jujur, menanggung beban orang lain, menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu dan membantu mengembalikan hak orang lain”.
Bukan itu saja, dia mengetahui sikap yang akan terjadi dari kaumnya terhadap rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bahwa mereka akan memeranginya serta mengusirkan. Dia juga tahu keteguhan dan kekuatan Quraisy namun demikian dia memutuskan untuk tetap berdiri di hadapan badai yang kencang ini, dan menyambut di jalan Allah untuk menanggung penderitaan dan kesulitan, hingga Allah meneguhkan tersebarnya dakwah dan tegaknya daulah islam.
Dia dan orang-orang semisalnya adalah contoh yang harus diikuti dan ikon yang harus diambil suri taudalan, dan penderitaan di jalan Allah yang menimpa mereka sangat berpengaruh sekali dalam jiwa mereka, dan menjadi suri tauladan yang paling agung bagi setiap ukhti muslimah mujahidah, agar kita dapat menyambung ikatan antara kondisi kita hari ini dengan kondisi para pendahulu kita yang agung.
Dan terakhir bagi setiap muslimah hendaklah mereka bangkit untuk membela agamanya dengan segala kesungguhan dan usaha yang mereka mampu, hingga walau hanya dengan kalimat yang mampu meneguhkan para mujahidin di jalan ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA dan mendoakan mereka dari kejauhan agar mendapat kemenangan dan keteguhan agar dia mendapat pahala dan keutamaan yang besar. Umayyah binti Qais al-Ghiffariah, Sang Perawat di Medan Jihad
Sebuah kalung dihadiahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atas keberanian Umayyah binti Qais al-Ghiffariah turun ke medan Perang Khaibar. Meski seorang perempuan, keberanian Umayyah untuk membela agama Allah sungguh luar biasa. Ia membela agama Allah sesuai dengan kemampuannya.
Wanita pemberani itu turun ke medan perang untuk membantu dan merawat para sahabat yang terluka. Kalung yang disematkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di leher Umayyah, merupakan tanda kekaguman atas pengorbanan dan keberanian sang perawat mujahidah.
Umayyah berasal dari suku Ghiffar, keturunan Abu Dzar al-Ghiffari. Pada saat masih belia, cahaya iman yang ditebarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyinari harinya. Ia pun rela menempuh perjalanan jauh demi bertemu tokoh idola sepanjang zaman, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Umayyah menghadap Rasulullah dan berjanji untuk membantu perjuangan dakwah Islamiyah.
Pada tahun ke-7 Hijriah atau 629 M, pasukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertempur melawan orang-orang Yahudi yang tinggal di Oasis Khaibar, sejauh 150 kilometer dari Madinah atau Timur laut Semenanjung Arab. Dengan demikian, pertempuran itu dikenal sebagai Perang Khaibar. Perang itu terjadi tak lama setelah Perjanjian Hudaibiyah.
Mendengar pasukan Muslimin akan berangkat ke medan perang, Umayyah bersama beberapa wanita dari Bani Ghiffar lalu menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. "Wahai Rasulullah, kami ingin keluar bersamamu (ke Khaibar), kami ingin mengobati mereka yang luka dan menolong kaum Muslimin semampu kami," ujar Umayyah seperti dituturkan Ibnu Hisyam dalam "Para Syuhada Wanita Khaibar dan Kisah Wanita dari Suku Ghiffar."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab, "Berangkatlah atas berkah Allah azza wajalla."
Saat itu, usia Umayyah masih belia. "Berangkatlah kami bersama beliau. Saat itu saya masih seorang gadis kecil," ungkap Umayyah. Di perjalanan, Rasulullah membonceng Umayyah di atas kudanya. Umayyah pun mengisahkan pengalaman yang tak pernah terlupakan saat bersama Rasulullah berjihad ke medan perang.
"Demi Allah, pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam turun pada suatu pagi dari kendaraannya dan menambatkan kudanya, tiba-tiba menetes darah dariku di atas pelana kudanya. Itulah haid pertama saya di atas kuda beliau. Saya benar-benar malu saat itu," papar Umayyah berkisah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat apa yang dialami Umayyah dan berkata, "Jangan jangan kamu sedang haid?" Umayyah pun segera menjawab, "Benar, ya, Rasulullah." Lalu, Rasul pun meminta Umayyah membersihkan diri dengan air bercampur garam. Sejak peristiwa itu, Umayyah selalu membersihkan haidnya dengan air yang dibubuhi garam. Bahkan, di hari wafatnya, Umayyah berwasiat untuk dimandikan dengan air yang bergaram.
Pada Peperangan Khaibar itu, kaum Muslimin meraih kemenangan. Pasukan Muslimin di bawah komando Ali bin Abi Thalib berhasil meruntuhkan pintu Benteng Na'im--jantung terakhir perlawanan musuh. Benteng Na'im jatuh ke tangan pasukan Islam. Setelah itu, benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya dikuasai melalui pertarungan yang sengit. Orang-orang Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi', yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.
Dari Peperangan Khaibar itu, kaum Muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak. Seusai pertempuran, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan penghargaan kepada Umayyah berupa sebuah kalung. Hadiah yang diberikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu begitu bermakna bagi Umayyah. Ia pun tak pernah melepaskan kalung itu dari lehernya sampai jasadnya dikubur di liang lahat, sesuai wasiatnya.
Umayyah begitu bangga mendapat penghargaan kalung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kelak, kalung tersebut akan menjadi saksi atas jasa dan perjuangannya. Pada hari Kebangkitan nanti, tutur Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya berjudul Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, akan dibangkitkan sesuai kondisinya saat meninggal.
"Dari kisah ini, hendaknya para Muslimah meneladani jiwa kepahlawanan Umayyah yang mengikhlaskan dirinya untuk terjun ke medan laga demi mengobati luka dan menolong kaum Muslimin sekuat tenaga," ungkap Ibrahim Salim.
Kisah ini juga mengungkapkan kepada kita sikap seorang pemimpin Islam yang menghargai jasa para pejuang.
Ya Allah,
Moga setiap langkahku keranaMU,
moga setiap niatku hanya untukMU,
moga diri ini dikurniakan ketabahan,
setabah Saidatina Khadijah,
dikurniakan kecerdikan,
secerdik Saidatina Aisyah,
dikurniakan kelembutan,
selembut Fatimah,
dan dikurniakan ketegasan,
setegas Sumayyah...
moga pengakhiranNya SyurgaMu yang indah,
disertai dengan MARDHOTILLAH... Aamiin.
Wallahu a’lam bishawab.
0 Response to "Keberanian Mujahidah"
Post a Comment